Determinasi Jean-Pierre Papin Muda Sebelum Menjadi Fenomena Dunia
Lebih dari 300 gol dalam 500 pertandingan untuk klub dan negara, enam gelar liga, medali pemenang Liga Champions, dan Ballon d'Or mengokohkan Jean-Pierre Papin sebagai salah satu pemain Prancis terbaik sepanjang masa, bersama dengan Platini dan Zidane. Tetapi tidak seperti para playmaker hebat tersebut, kehebatan Papin ada dalam gol.
Meski demikian banyak pihak yang sangsi dengan pemanggilan Papin. Pemain 22 tahun itu adalah pemain termuda di skuad dan memiliki caps paling sedikit untuk pemain non kiper - satu penampilannya untuk Prancis terjadi hanya tiga bulan sebelum Meksiko.
Pelatih Henri Michel berdiri teguh pada pilihannya, tidak hanya memilih pemain muda itu tetapi juga memberinya jumlah waktu yang signifikan di lapangan untuk membuktikan dirinya. Walaupun mendapatkan status sebagai juara ketiga, penampilan Papin di Meksiko jauh dari kata memuaskan.
Jean-Pierre Papin di Piala Dunia 1986 (sumber: footballchronicle.co) |
Determinasi dan passion Jean-Pierre Papin terhadap sepakbola tidak dapat dielakkan. Sejak usia sangat muda, sepak bola adalah semua yang dia inginkan dalam hidupnya. Papin muda sering berpura-pura sakit untuk menghindari pergi ke sekolah hanya untuk bermain dan mengasah keterampilannya sebanyak yang dia bisa.
"Suka atau tidak, aku akan menjadi pesepakbola profesional," adalah jawaban yang diberikan Papin yang masih berusia 13 tahun kepada ibunya ketika dia ditanya apa yang dia inginkan ketika dia dewasa. Sang ibu jelas tidak senang, terutama karena kakinya telah diplester selama 14 bulan terakhir setelah mengalami kecelakaan mobil yang serius.
Papin muda ditabrak oleh mobil yang melaju dengan kecepatan lebih dari 90 kmh dan beruntung telah hanya mengalami patah kaki. Dalam sebuah wawancara dengan L'Equipe, ia merenungkan kecelakaan itu: "Itu benar-benar keajaiban, saya tidak dimaksudkan bermain sepakbola lagi setelah itu."
Jean-Pierre Papin di Club Brugge (sumber: echipedetraditie.ro) |
Di awal masa mudanya, kepiawaian dan dominasi Papin yang luar biasa di depan gawang membuatnya bergabung dengan National Football Institute, yang dijalankan oleh Federasi Sepakbola Prancis. Di sana, statusnya terus tumbuh, dan jelas bahwa ia akan memiliki karier yang panjang dan sukses.
Namun cobaan untuk Papin terus berdatangan. Perceraian orang tuanya memaksanya untuk pindah ke perbatasan Prancis dekat Belgia, untuk tinggal bersama neneknya, tetapi itu tidak menghalangi ambisinya dalam sepak bola. Papin bermain dengan INF Vichy sebelum ia bergabung dengan tim di kasta kedua Prancis, Valenciennes.
Di musim pertamanya di Valenciennes, masih berusia 21, Papin berhasil mencetak 16 gol. Hal ini langsung menarik minat dari berbagai klub di seantero Eropa. Klub asal Belgia, Club Brugge akhirnya memenangkan tanda tangan dirinya. Karir menawannya pun berlanjut di negara tetangga itu, dimana ia mencetak 32 gol dari 43 penampilan untuk klub. Ia juga membawa Club Brugge memenangkan Piala Belgia, mencetak 7 gol dari 8 laga.
Di musim pertamanya di Valenciennes, masih berusia 21, Papin berhasil mencetak 16 gol. Hal ini langsung menarik minat dari berbagai klub di seantero Eropa. Klub asal Belgia, Club Brugge akhirnya memenangkan tanda tangan dirinya. Karir menawannya pun berlanjut di negara tetangga itu, dimana ia mencetak 32 gol dari 43 penampilan untuk klub. Ia juga membawa Club Brugge memenangkan Piala Belgia, mencetak 7 gol dari 8 laga.
“Bruges adalah di mana semua ini memulai untuk saya. Mereka akan selalu memiliki tempat khusus dalam hati saya sebagai mana terobosan saya di dunia internasional datang”
- jean-pierre papin
Sedemikian besar dampak kehadiran Papin sehingga ia terpilih sebagai pemain asing terbesar klub pada 2008 meski berada di klub selama kurang dari 12 bulan. Namun, penghargaan yang paling memuaskan dari semuanya adalah mendapatkan tempat di skuad Prancis yang terbang ke Meksiko, untuk mengikuti Piala Dunia 1986.
Pelatih Henri Michel berdiri teguh pada pilihannya, tidak hanya memilih pemain muda itu tetapi juga memberinya jumlah waktu yang signifikan di lapangan untuk membuktikan dirinya. Walaupun mendapatkan status sebagai juara ketiga, penampilan Papin di Meksiko jauh dari kata memuaskan.
Fase selanjutnya dalam kariernya benar-benar mendefinisikan dirinya sebagai striker yang produktif. Usai mengikuti Piala Dunia, Papin kembali ke Prancis dan mengenakan seragam putih dan langit biru milik Marseille. Meski menjalani musim pertama yang kurang baik, yang terjadi selanjutnya adalah enam tahun yang menghasilkan catatan gol luar biasa di Ligue 1. Catatan 134 gol dari 215 pertandingan menasbihkan dirinya sebagai striker terbaik yang pernah dimiliki Prancis.
Tidak ada komentar