Breaking News

Awal Kejayaan Striker Legenda Prancis, Jean-Pierre Papin

Meski menjalani musim pertama yang kurang baik di Marseille, yang terjadi selanjutnya adalah enam tahun yang luar biasa bagi Jean-Pierre PAPIN.


Jean-Pierre Papin di Marseille (sumber: L'Equipe)

Setelah sebelumnya kami membahas determinasi dan tekad seorang pemain muda bernama Jean-Pierre Papin, kini mari kita lihat kisah yang membuatnya menjadi striker terbaik yang pernah dimiliki timnas Prancis ini.


Setelah menjalani fase awal dalam karirnya yang penuh dengan berbagai cobaan dan rintangan yang luar biasa, fase selanjutnya dalam karir Jean-Pierre Papin benar-benar mendefinisikan dirinya sebagai striker yang sangat produktif. Usai mengikuti Piala Dunia, Papin kembali ke Prancis dan mengenakan seragam putih dan langit biru milik Marseille.
Meski menjalani Piala Dunia di Meksiko yang kurang memuaskan, potensi pria berusia 22 tahun itu jelas ada. Menimbang rekor Papin dan usianya, Bernard Tapie, pengusaha kontroversial Prancis yang baru saja membeli Olympique Marseille, memulangkan dirinya dari klub Belgia, Club Brugge.

Dalam perombakan radikal pasukan dibantu oleh dana besar, Papin bergabung dengan pemain-pemain seperti Karlheinz Förster dan Alain Giresse di tim yang sudah memiliki beberapa pemain ternama. Di sinilah di selatan Prancis ini bahwa bintang-bintang akan selaras dengan penyerang muda ini.
Jean-Pierre Papin (sumber: Getty Images)
Papin menjalani musim pertama yang campur aduk, memulai dengan sangat baik tetapi berhenti di pertengahan musim. Fans sering frustrasi dengan penampilannya di titik tengah musim, dan orang-orang Prancis yang biasanya tak kenal ampun dengan cepat mengkritik dirinya.

Dia tidak pernah menyerah, menyelesaikan kampanye pertamanya dengan 16 gol di semua kompetisi dan menunjukkan sekilas kemampuan dia sepenuhnya. Ada optimisme dari staf, tetapi dia harus menunjukkan bahwa keputusan klub untuk berinvestasi dan tetap percaya padanya layak dilakukan di lapangan.
Musim berikutnya melihat aktivitas transfer lebih lanjut ketika Abedi Pele dan Klaus Allofs ditambahkan ke daya tembak tim dan peningkatan kualitas mendorong pemain yang nantinya akan bermain bersama AC Milan ini maju untuk meningkatkan penampilannya sendiri.

Sebelum dimulainya musim 1987/88, ia bekerja untuk meningkatkan level fisiknya, menjadi tampak lebih besar dan lebih kuat serta menambah jangkauannya. Mungkin ini adalah musim yang benar-benar membuktikan sang striker sebagai salah satu yang terbaik di dunia.
Jean-Pierre Papin (sumber: L'Equipe)
Papin mulai mencetak semua jenis gol, tidak peduli seberapa jangkauan dan bagaimana cara dia mencetak gol: dengan kedua kaki maupun di udara. Ini menjadikannya sebagai penyerang yang lebih lengkap dari sebelumnya. Jumlahnya golnya juga meningkat, gawang ia jebol sebanyak 23 kali di semua kompetisi dan yang paling penting, ia mendapatkan pujian dari para penggemar serta media.
Istilah “Papinade” juga diciptakan dan dipopulerkan, mengacu pada tendangan voli dan upaya jarak jauh eksentrik yang sering dirayakan oleh Alain Pécheral, jurnalis di La Provence.

Meskipun pertumbuhannya sebagai pemain sepak bola, Marseille terus kesulitan untuk menantang piala. Tapie bertekad untuk memecah kebuntuan itu dan begitu juga para pemain. Musim berikutnya, Marseille dengan perjuangan keras akhirnya berhasil memenangkan gelar liga Prancis, dengan penghitungan gol Papin membaik pada tahun sebelumnya. Ia berhasil mencatatkan 33 gol di semua kompetisi.

Tapi dia dan Marseille tidak berhenti di situ. Ini hanyalah awal dari dinasti mereka di Prancis dan Papin baru memanaskan mesinnya, menjadikan Marseille tim yang disegani di negaranya dan eropa. Puncaknya adalah ketika ia membawa Marseille menjadi juara Prancis untuk 3 musim berikutnya dan menjadi runner up di Liga Champions Eropa tahun 1991, meraih Ballon d'Or, sebelum pergi ke Milan di tahun 1992.

Tidak ada komentar